Lebih lanjut dia menyebutkan isi Keputusan MK ini sebagai berikut “Bahwa penetapan batas wilayah hutan negara dan hutan adat tidak dapat di tetapkan secara sepihak oleh negara tetapi harus melibatkan pemangku (stakeholder) di wilayah yang bersangkutan.
Oleh karena itu, MK memutuskan bahwa kata “negara” dalam pasal 1 angka 6 UU Kehutanan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekutan hukum mengikat”.
Dalam putusan MK tersebut juga ditegaskan agar Pemerintah wajib mengeluarkannya agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Dia menyebutkan hingga sekarang ratusan warga desa di Kabupaten TTS tidak bisa membuat sertifikat karena ternyata tanah mereka tersebut telah dimasukkan Pemerintah secara sepihak pada tahun 1980-an sebagai kawasan hutan produksi tetap Laob Tumbesi tanpa sepengetahuan masyarakat.
“ Tanah-tanah tersebut merupakan warisan nenek moyang orang Amanuban yang telah ditempati jauh sebelum Indonesia merdeka.Namun, saat ini mereka harus menerima kenyataan pahit bahwa tanah leluhur mereka sudah beralih status menjadi tanah milik negara ,” katanya.
Diungkapkan pula sejak zaman penjajahan Belanda, kawasan hutan adat Tetap Laop Tumbes diakui sebagai aset kerajaan.
“ Zaman penjajahan Belanda, masyarakat tidak bayar pajak, tetapi kawasan tanah adat diakui sebagai aset kerajaan. Sekarang masyarakat bayar pajak tetapi tanah tersebut dicaplok jadi milik negara. Karena itu tidak ada pilihan lain kami harus pertahankan aset ini. Tahun lalu kepada Kepala BKSDA Kupang kami sudah ultimatum. Tidak boleh ada petugas Kehutanan masuk kawasan tersebut. Mereka patuh. Karena kalau masuk akan terjadi pertumpahan darah ,” tegas Pina Ope Nope.
“ Untuk itu, kami masyarakat adat Amanuban mendesak agar Pemerintah segera membatalkan SK Menteri Kehutanan yang membuat keresahan di masyarakat tersebut,” tutup Pina Ope Nope.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.