KUPANG, fokusnsuatenggara.com- Kopi, minuman dengan aroma khas ini selalu menjadi teman baik bagi siapa saja yang suka. Jauh sebelum Indonesia kenal dengan kopi, pada abad ke- 9, tanaman kopi pertama, konon di temukan di Eutopia. Namun mulai masif dikenal bangsa Eropa pada Abad ke- 17. Namun sayang, varietas kopi tidak begitu cocok dengan iklim Eropa. Akhirnya bangsa Eropa menjadikan daerah koloni mereka untuk budi daya kopi, termasuk Indonesia.
Dewasa ini, kopi bukan hanya sebagai minumam pelengkap bahkan pemanis tembakau belaka. Kopi mengalami lompatan kualitatif menjadi sebuah gaya hidup dan bisnis. Hampir semua daerah di belahan nusantara ini, mengambil kopi sebagai bisnis baru dengan konsep bergaya milenial.
Valdi Pratama misalnya, sosok anak muda asal Bali ini bisa menjadi contoh, bagaimana generasi milenial masuk dalam dunia bisnis kopi. Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi daerah yang dipilih Vadli untuk masuk dalam bisnis ini. Bukan karena NTT sebagai rumah kedua Vadli yang habiskan massa kecilnya di Kupang-NTT, tetapi varietas Kopi NTT terutama di wilayah Flores adalah satu dari beberapa kopi terbaik yang ada di Indoesia selain Toraja, Sidikalang, Bali serta Aceh.
Konsep yang ditawarkan Vadli juga sangat sederhana. Vadli tidak hanya mutlak main dalam bisnis hilir kopi, tetapi terjun langsung dan memberi edukasi kepada petani bagaimana mengelolah tanaman kopi agar menghasilkan produk yang berkualitas.
“Kopi yang baik tidak bisa dilihat dari varietas ketinggian, atau dimana kopi itu ditanam. Tapi bagaimana masyarakat mengolahnya. Jika masyarakat tahu cara mengolah kopi dengan benar, maka kopi itu pasti bagus,” kata Valdi Pratama, kepada wartawan di di Kampung Ekoheto, Bajawa, Ngada, Nusa Tenggara Timur.
Keseriusan Vadli ini ditunjukan dengan seringnya dia datang ke Bajawa, untuk memberikan edukasi dan pelatihan. Bahkan seminggu bisa dua hingga tiga kali dia bertemu para petani di Ekoheto. Selain membeli kopi jenis arabika hasil kebun petani di daerah tersebut, Valdi Pratama juga aktif memberi edukasi kepada para petani. Mulai dari proses tanam, peremajaan hingga pengolahan kopi yang baik pasca panen.
” Percuma saja varietas bagus tapi cara pengolahannya belum maksimal atau bagus. Karena kopi yang baik itu konsisten dalam pengolahan, dan itu mempengaruhi rasanya,” jelas pria lulusan Business and Management Studies University of Sussex, Inggris ini.
Namun demikian tandas Vadli, sayangnya potensi besar kopi di daerah ini justru belum digarap maksimal. Di musim panen, diakuinya, masih banyak kopi yang terbuang sia – sia karena terkendala tenaga kerja dan infrastruktur jalan yang tidak memadai.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.