KUPANG,fokusnusatenggara.com- Dalam acara pisah kenal antara mantan Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat dengan Ayodhia G.L. Kalake, Penjabat Gubernur NTT yang baru, VBL sapaan mantan Gubernur NTT menitipkan pesan kepada Penjabat Gubernur NTT terkait manejemen Bank NTT.
Dirinya meminta kepada penjabat Gubernur NTT agar melarang manejemen Bank NTT untuk bertemu bahkan melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Provinsi NTT. Entah apa maksud permintaan tersebut, tetapi yang pasti permintaan tersebut mengandung makna provokasi.
Bukan baru kali ini saja Dirut bank NTT dipanggil atau diundang anggota DPRD untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat atau format rapat lainnya. Sejak Bank NTT berdiri yang dahulunya bernama BPD kultur duduk bersama dalam satu meja untuk sebuah rapat sudah lazim dilakukan.
Namun mengapa baru kali ini ada ajakan yang sangat eksplisit untuk tidak meneruskan kebiasaan baik itu. Keduanya baik DPRD maupun Direksi bank NTT adalah sama-sama stakeholder bank.
DPRD sebagai stakeholder kunci tidak boleh dilarang untuk bertemu dengan Bank NTT sebagai stakeholder Primer. Karena stakeholder primer yakni Bank NTT tidak akan ada kalau tidak ada stakeholder kunci yakni DPRD . Status DPRD adalah stakeholder kunci, yakni sebagai empunya otoritas pengambil keputusan boleh tidaknya eksekutif yakni pemerintah daerah melakukan penyertaan modal ke bank NTT.
Sedangkan bank NTT adalah stakeholder primer. Apa itu stakeholder primer? Stakeholder primer adalah perusahaan yang memiliki kuasa dalam menentukan kebijakan dan pengambil keputusan dalam program yang berjalan. Sebagai stakeholder Primer, Bank NTT hanya bisa menjalankan kuasa mengambil kebijakan dan keputusan programnya setelah mendapatkan mandat dari pemberi kuasa. Sebagian mandat pemberi kuasa itu ada pada DPRD, sehingga DPRD disebut sebagai stakeholder kunci.
Untuk ada penyertaan modal ke Bank NTT mesti ada Perda. Peraturan itu lahir lahir dari peran DPRD. Tentunya tidak boleh ada imunitas pada bank NTT sehingga ia kebal dari kontrol oleh DPRD.
Ajakan agar tidak ada pertemuan keduanya (DPRD NTT dan Bank) adalah provokasi terbuka terhadap entitas yang semestinya antara mereka digugah untuk saling bersinergi, kooperatif, saling menunjang, saling control, bukan saling dihindarkan pertemuannya satu sama lain. Ini bisa berujung antar mereka akan saling meniadakan peran. Mustahil bisnis bisa berjalan dalam situasi saling meniadakan ini.
Jika alasan yang di pakai adalah kekhawatiran akan terjadi bocornya rahasia bank yang berakibat kepercayaan nasabah akan menjadi hilang, pendapat saya tidak mesti disolusikan dengan melarang DPRD dan Bank NTT saling bertemu.
Pertanyaannya, rahasia siapa yang mau dijaga? Kalau rahasia nasabah penyimpan dan simpanannya, pemahaman saya itu aturan klasik yang sudah pasti diketahui oleh anggota DPRD dan Direksi Bank NTT dimana hal itu tidak mungkin akan dibuka ke publik. Jadi saya kira tidak usah terlalu hyprokit atau takut berlebihan terhadap ancaman terbukanya rahasia nasabah penyimpan dan simpanannya. Yang justru harus kita takutkan adalah kinerja Bank NTT akan menurun akibat minimnya fungsi kontrol DPRD sebagai shareholder & stakeholder kunci.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.