ads

Scroll Ke bawah untuk melanjutkan

Mungkinkah Porang Berbuntut Skandal?

  • Bagikan

KUPANG,fokusnusatenggara.com– Porang atau dikenal juga dengan nama iles-iles atau Maek Bako dalam bahasa tetun (bahasa daerah kabupaten belu,red),  adalah tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri.

Manfaat porang ini banyak digunakan untuk bahan baku tepung, kosmetik, penjernih air, selain juga untuk pembuatan lem dan jelly, yang beberapa tahun terakhir kerap diekspor ke luar negeri terutama Jepang.

Umbi porang banyak mengandung glucomannan berbentuk tepung. Glucomannan merupakan serat alami yang larut dalam air biasa digunakan sebagai aditif makanan sebagai emulsifier dan pengental, bahkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan lem ramah lingkungan dan pembuatan komponen pesawat terbang.

Baca Juga :  Pecat Tanpa Prosedural, Dirut BPR TLM Kupang Digugat Mantan Karyawan

Namun, akhir – akhir ini Porang atau Maek Bako, menjadi isu ‘seksi’ yang sering dibahas oleh masyarakat Kabupaten Belu. Baik itu diskusi di dunia nyata dan jagat maya, selalu membahas porang. Pasalnya, saat ini Polres Belu sedang melakukan penyelidikan dugaan korupsi pengadaan Porang atau ‘Maek Bako’ dengan total nilai anggaran hampir Rp. 4 Milliar dari tahun 2017 hingga 2019. Sebuah nilai yang fantastis tentunya.

Baca Juga :  Seldi Berek Kalah Lawan Polres Malaka Di Sidang Pra Peradilan

Bulan Februari 2020, Polres Belu dilaporkan oleh elemen masyarakat bahwa proyek ini ada indikasi korupsi. Tanpa tunggu waktu lama polisi langsung melalukan penyelidikan. Pengumpulan Bahan Keterangan dan Informasi awal atau Pulbaket saat ini sedang dilakukan.  Semua mata masyarakat Indonesia, terutama Kabupaten Belu dan khususnya pegiat anti korupsi tertuju pada kinerja aparat hukum. Mampukah mereka membuktikan bahwa ada unsur korupsi?

Pernyataan media, seruan moral serta aksi demo turun jalan untuk mengawal kasus ini terus dilakukan. Bahkan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Atambua – Belu, pada Senin, 9 Maret 2020 demo ke Polres dan DPRD Belu. Mereka menuntut agar proses penyilidikan ini segera dituntaskan dengan memberikan informasi  terkait perkembangan penyelidikan ini.

Baca Juga :  Kapolri : Yang Memeras Pelaku Usaha, Langsung Dipecat

Dalam tuntutan mereka, GMNI cabang Atambua memberikan deadline atau batas waktu 3 x 24 jam kepada polisi untuk sampaikan perkembangan kasus ini. Bahkan tidak tanggung-tanggung, aktivis GMNI mengancam akan turun lagi serta duduki Polres Belu apabila tuntutan ini tidak dipenuhi.

  • Bagikan