KUPANG,fokusnusatenggara.com – Akademisi dan pengamat politik Universitas Indonesia, Boni Hargens menilai bahwa Gerakan Pemberantasan Korupsi Nusa Tenggara Timur (Getar Nusa) dibentuk atas dasar analisis tentang dikotomi bupati loyo dan sontoloyo. Oleh karenanya, hadirnya Getar Nusa sebagai bukti kepada khalayak bahwa memang benar ada bupati loyo dan sontoloyo di NTT.
“Kalau mereka marah kepada saya di media sosial, di manapun karena istilah sontoloyo itu, saya mau buktikan juga kalau memang betul mereka sontoloyo,” tegas Boni Hargens, saat memberikan kuliah umum pada deklarasi Getar Nusa di aula fakultas hukum UKAW Kupang, Selasa (13/9/2016).
Menurut dia, semua bukti dugaan korupsi dan praktek human traficking di NTT harus dikumpulkan, kemudian dilacak para pelakunya. “Sepanjang dia manusia (pelaku korupsi dan human traficking), pasti bisa ditangkap. Kita punya sesuatu yang bisa dijanjikan, karena gerakan ini murni dari nurani, bukan gerakan politik,” tegas dia.
Getar Nusa, menurut dia, juga dibentuk bermula dari keresahan moral terhadap kemiskinan struktural yang terjadi di NTT, yang akar persoalannya dari kepimimpinan politik yang rakus, korup, dan tidak berpihak pada rakyat.
Tetap Terhubung Dengan Kami:
CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.